Infeksius keratokonjungtivitis ditandai dengan blepharospasme (mata berkedip tidak terkendali), peradangan pada konjungtiva (konjungtivitis), lakrimasi, dan variasi derajat kekeruhan (opacity) dari kornea dan ulserasi. Kejadian ini diakibatkan oleh infeksi bakteri (Chlamydia, Mycoplasma, Colesiata Conjunctivae, Acholeplasma oculi, dsb) maupun parasit (Habronema). Penyakit ini umumnya bersifat akut, karena penyebarannya sangat cepat. Pada semua spesies, hewan muda cenderung sering terdampak (secara frekuensi), namun hewan segala umur rentan terhadap penyakit ini. Satu atau kedua mata dapat terpengaruh.
Gambar: Nampak leleran okuler (Ocular Discharge) mukopurulen.
(Dokumentasi Pribadi)
Gambar: Terlihat terjadi epifora dan peningkatan kekeruhan dari kornea
(Dokumentasi Pribadi)
Gejala klinis awal adalah terjadinya photopobia, blepharospasme, dan epifora (produksi air mata berlebihan). Setelah itu leleran okuler akan menjadi mukopurulen, terjadi konjungtivitis dengan diikuti keratitis. Biasanya diikuti tidak nafsu makan karena ketidaknyamanan pada mata dan gangguan penglihatan yang mengakibatkan tidak bisa melokalisir pangan. Pada kondisi yang parah timbul ulser dan akhirnya berujung pada kebutaan permanen
LESI
Gambar: Ulser yang berkembang di tengah-tengah kornea.
(Dokumentasi Pribadi)
Lesi bervariasi tergantung tingkat keparahan penyakit. Biasanya ulser berkembang di dekat tenga-tengah kornea. Mulanya ulser berwarna bening, akan tetapi dalam kurun waktu beberapa jam warna kabut akan muncul dan akan semakin meningkat opacity-nya. Lesi dapat mengalami regresi ataupun justru berkembang. Setelah 48 - 72 jam pada kasus yang parah, semua kornea akan berwarna putih dan terjadi kebutaan.
Kornea yang putih timbul akibat terjadi edema, yang mana merupakan salah satu proses inflamasi, atau infiltrasi leukosit yang mengindikasikan infeksi yang parah. Ulserasi yang berkelanjutan akan menimbulkan ruptur kornea.
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
Praktik manajemen yang baik merupakan parameter yang sangat penting dalam pencegahan penyakit ini. Pemisahan hewan yang terinfeksi sangat diperlukan ketika dapat dilakukan. Pengguanaan glove dan baju yang bersih harus dilakukan ketika menghandle antar hewan yang berbeda. Pada kasus yang ditemui dilapangan, kuda yang terinfeksi tidak dipisahkan sehingga mengakibatkan kuda lian ikut terinfeksi.
Gambar: Injeksi melalui lubang Nasolakrimal
(Dokumentasi Pribadi)
(Dokumentasi Pribadi)
Penanganan pada saat saya magang di DENKAVKUD (Detasemen Kavaleri Berkuda) Parongpong dilakukan dengan injeksi melalui lubang nasolakrimal menggunakan ringer lactate, kemudian ringer lactate yang dicampur dengan antibiotika gentamisin.
Referensi:
Angelos, J.A. (2011). Overview of Infectious
Keratoconjunctivitis. Journal of Veterinary Diagnostic.
RE, Hamor & Whelan NC. 1999. Equine Infectious
Keratitis. Vet Clin North Am Equine Pract. 15 (3)
Artikel yang sangat bagus.. Jarang2 ada yg membahas literatur kuda dgn bhs indonesia
ReplyDelete